Keramahan Bukan Kemarahan
Di manakah gereja tanpa Marta? Marta adalah contoh mereka yang hidup dalam tradisi. Marta melakukan apa yang sudah selayaknya dilakukan oleh anggota keluarga. Dia mempersiapkan segala sesuatu, sibuk luar biasa. Hal demikian mengingatkan kita pada aktivis-aktivis gereja yang selalu melakukan tugasnya begitu rupa. Hasilnya adalah kehidupan gereja bisa berjalan berkat para aktivis ini. Namun hal yang mengganggu dan patut dicermati oleh kita adalah bahwa dalam kekuatiran, dia marah dan mengajak 'tamunya' turut serta dalam kemarahannya kepada saudarinya.
Berbeda dengan Marta, Maria mengambil langkah yang 'mendobrak tradisi'. Dia memilih hal utama dari menjamu tamu yaitu; mendengar dan menemani tamu berbicara. Maria mengingatkan kita tentang bagaimana begitu banyaknya aktivis di gereja yang begitu sibuk melayani, meyiapkan, dan membuat program ini dan itu. Memang, tanpa mereka gereja tidak bisa berjalan, namun ada hal yang lebih penting; dalam melayani, kita harus ingat bahwa pelayanan kita adalah bagi Tuhan. Kita melayani Tuhan, bukan melayani kegiatan/program-program. Sebagai pelayan yang sudah ambil bagian dalam pelayanan, apakah kita selalu juga mengambil kekhususan waktu untuk duduk diam di kakiNya. Ataukah kita justru terlalu sibuk dengan kegiatan kita dan menjadi marah ketika ada orang lain yang tidak sesibuk kita?