Keluarga Dipanggil Ikut Serta Menyatakan Pekerjaan Allah

Semua orang mendambakan hidup yang sempurna. Sempurna dalam pekerjaan, pelayanan, kehidupan, keluarga, pasangan, dll. Selain itu, manusia juga tidak menghendaki sesuatu yang tidak sempurna terkait dengan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, jika ada yang mungkin dilakukan untuk membuat tubuh nampak sempurna, segala hal akan dilakukan kendati harus membayar dengan harga selangit.

Bagaimana jika seorang yang tidak sempurna itu ada di tengah keluarga kita? Hal apa yang bisa kita lakukan? Hal apa yang bisa kita renungkan? Apakah yang akan menjadi tanggapan kita? Apakah kita akan marah, kecewa, lalu kita menolaknya?

Ketidaksempurnaan yang terjadi sejak lahir sering dimaknai sebagai 'kutukan' dari Allah. Demikian juga yang terjadi pada orang yang buta sejak lahir. Banyak orang menyangka bahwa anak yang lahir buta sebagai hukuman dosa. Penghakiman tersebut tidak disetujui oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus justru mengatakan bahwa orang tersebut dan juga keluarganya tidak menyebabkan kebutaan. Kebutaan yang diijinkan oleh Allah adalah agar pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalamnya.

Melalui perikop ini, Tuhan Yesus ingin mengajarkan bahwa tiap-tiap orang dipanggil untuk ikut serta dalam pekerjaan Allah. Dengan cara berempati, mendatangi orang yang dicap sebagai pendosa, maka kita membawa damai sejahtera Allah kepada orang tersebut.

Komunitas dan keluarga kita tidaklah terdiri dari orang-orang yang sempurna. Masing-masing memiliki kekurangan dan kelemahan. Karena hal itulah maka setiap orang yang ada di dalamnya harus saling mendukung dan menguatkan, saling menerima dan mengasihi, saling melawat dan berbagi kasih, karena itulah wujud dari menyatakan kehendak Allah.