Mempraksiskan Kebersamaan, Bukan Permusuhan

Dalam bacaan Injil hari ini, Kristus memberitakan jalan salib yang akan dilalui-Nya. Tuhan Yesus yang dari pada perikop-perikop sebelumnya menunjukkan Kuasa-Nya, serta yang dalam bacaan Minggu lalu diakui sebagai Mesias, justru kini memberitakan sebuah berita yang berbeda sama sekali. Tuhan Yesus memberitakan bagaimana nanti Ia akan mati. Oleh pemberitaan ini, Petrus memberikan perlawanan.

Petrus melawan pemberitaan tentang ’rencana Allah’ tersebut dengan mengatakan, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” (Mat.16:22). Tentu Petrus berharap agar Sang Guru memujinya karena tegoran tersebut berisi harapan yang baik (menurutnya). Namun bukan pujian yang didapatkan Petrus, dia justru mendapatkan teguran yang begitu keras.

Tuhan Yesus menyebut perkataan Petrus adalah perkataan Iblis. Mengapa? Karena apa yang dikatakan oleh Petrus adalah berlawanan dengan rencana Allah. Melalui kehadiran Tuhan Yesus di dunia, Allah menghendaki perdamaian dengan umat-Nya. Willliam Barclay mendefinisikan Iblis sebagai:
-Lawan yang selalu memberontak kepada Allah
-Kuasa yang terus berupaya membelokkan manusia dari kasihNya
-Pengaruh yang membuat umatNya enggan menghadapi kesukaran yang Allah ijinkan terjadi
-Illah yang hendak menggantikan kedudukan perintah Illahi menjadi keinginan manusia.

Allah menghendaki dan mempelopori kebersamaanNya bersama umat-Nya. Namun Iblis ingin membelokkannya. Melalui jalan salib yang hendak dilaluiNya, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa kebersamaan bersama umat-Nya adalah hal yang harus diwujudkan, meskipun hal tersebut harus melalui kesengsaraan. Lalu, apakah wujud nyata kesungguhan kita mau tetap bersama dengan Allah?