Menatap Hidup Baru

Sebuah cara kehidupan yang dipahami bersama oleh masyarakat Yahudi kala itu adalah mereka sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia (Yesus) sebagai Mesias, akan dikucilkan (9:22). Pemahaman/kesepakatan mereka ini yang kemudian membuat orang-orang Yahudi di jaman Yesus akhirnya takut untuk mengakui karya-karya Yesus dan kemesiasan Yesus. Pada umumnya orang-orang yang tahu tentang ‘kesepakatan’ itu takut untuk dikucilkan, mereka takut meninggalkan apa yang, selama ini, telah membuat mereka nyaman. Bisa dilihat bagaimana orang Farisi bahkan orang tua yang disembukan menolak untuk menerima dan menolak untuk menceritakan perihal keajaiban itu.

Seorang buta yang sejak lahirnya mengalami kebutaan namun kemudian disembuhkan oleh Tuhan Yesus memiliki kehidupan yang baru. Selama dia hidup, sebagai orang buta dia tidak bisa melihat cahaya. Matanya tidak pernah melihat segala yang ada di sekelilingnya. Mungkin, hatinyapun telah mengalami kegelapan karena anggapan-anggapan negatif dari orang di sekitarnya karena dia terlahir buta. Kebutaan baginya tidak hanya membuat matanya gelap, namun juga hatinya. Oleh karena itu, ketika dia juga tahu adanya ancaman ‘pengucilan’, dia sama sekali tidak takut. Dia tetap bersaksi tentang Yesus dengan karya-Nya. Dia berkata bahwa Yesus berasal dari Allah karena hanya Allah yang sanggup memelekkan mata orang yang buta sejak lahirnya (32-33).

Pertemuan dengan Yesus, bagaimana Tuhan Yesus menerimanya dan kemudian menyembuhkannya membuat hidupnya berbeda. Orang yang terlahir buta itupun dengan berani bersaksi tentang mujizat yang dialaminya. Pengucilan oleh dunia, pengusiran oleh orang-orang Farisi, tidak membuat nyalinya kecil karena dia tahu; lebih dari semua itu dia telah mendapatkan anugerah dari Allah.