Berjumpa Tuhan, Keluargaku Menemukan Makna
Pada saat penulisan perikop ini, pemazmur hidup pada masa pembuangan. Masa pembuangan bukan masa yang diinginkan oleh manusia, siapapun. Demikian juga orang Israel tidak ada yang menantikan masa pembuangan, terbuang. Mereka tidak mau disisihkan, dikucilkan, dan ditindas. Masa pembuangan adalah masa penuh siksa, ratap, gelisah, dan juga tangisan yang panjang.dengan landasan situasi seperti itulah pemazmur kemudian mengajak umat untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan agar sekalipun mereka dalam pembuangan, mereka akan tetap merasakan kekuatan.
Bersyukur, berseru, bermegah, mencari, dan mengingat adalah seruan-seruan yang diserukan oleh pemazmur. Hal itu dipakai untuk menguatkan umat sehingga ketika dalam persoalan, nama Tuhan tetap dimuliakan. Umat Israel diajak untuk memandang masa depan, tidak hanya dalam masa-masa baik, namun juga di tengah persoalan yang menghimpit. Tuhan yang memelihara di masa lalu, Tuhan pula yang akan memelihara di masa kini dan masa depan.
Di dalam keluarga kita juga bisa menjumpai persoalan-persoalan hidup. Persoalan bersama suami/istri/anak/orang tua bisa muncul kapan saja dalam kondisi yang dipersiapkan maupun tidak dipersiapkan. Oleh karena itu, marilah kita mewujudkan perjumpaan dengan Tuhan melalui perjumpaan antar anggota keluarga. Suami dan istri bercakap bersama, orang tua bercakap hangat dengan anak. Anak dalam kasih bercakap dengan orang tuanya.
Bersama seluruh anggota keluarga, kita mencari Tuhan. Melalui kasih kepada seluruh anggota keluarga kita bersama mencari Tuhan dan kehendaknya, sehingga keluarga menjadi semakin bermakna.