Saat Duka Melanda Keluargaku

Duka, apakah kita telah siap untuk menghadapinya? Kesiapan kita untuk menghadapi duka terlihat dengan bagaimana kita bisa mengelola emosi dan akal budi saat duka tersebut datang menghampiri. Jika kita sudah siap, maka kita akan lebih bisa bertahan menghadapi kehampaan hidup di tengah kehilangan. Apakah kita juga akan tetap memiliki hidup yang bermakna saat duka itu datang?

Melalui tema ini, kita diajak untuk tidak menyangkali perasaan-perasaan yang muncul akibat duka dan kehampaan. Injil Yohanes 11:17-38 bercerita tentang peristiwa duka yang dialami oleh keluarga Maria dan Marta. Lazarus, saudara laki-laki mereka meninggalkan mereka untuk selamanya. Kemungkinan Lazarus meninggal disebabkan oleh sebuah penyakit. Kematian Lazarus menyisakan duka bagi orang-orang yang ditinggalkannya.

Tuhan Yesus yang kala itu sedang di sekitar sungai Yordan menerima kabar duka itu. Namun Ia tidak segera mendatangi Maria dan Marta. Justru Ia tinggal 2 hari di tempat-Nya itu dan baru kembali ke Yudea setelahnya. Tindakan Tuhan Yesus tersebut membuat Marta dan Maria ‘protes’ kepada-Nya; jika Ia ada di situ, pastilah Lazarus tidak akan mati. Namun di tengah protes itu, Marta menyiratkan kepercayaan kepada Yesus. Maria berkata; Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.

Di dalam dukanya, Marta tetap beriman. Meski sedikit ‘protes’ namun Marta tetap percaya. Jadi, bagaimana dengan kita? apakah duka membuat kita tetap percaya kepada Allah? Atau justru membuat kita membenci dan tidak percaya kepadaNya.