Berani Akui dan Terima

Luka, jika terdapat luka di bagian tubuh yang terlihat, maka penanganannya akan relatif lebih mudah dibandingkan jika lukanya di tempat-tempat yang tersembunyi, atau bahkan di dalam tubuh. Mengapa demikian? Karena kita bisa melihat apakah luka tersebut sudah masuk dalam tahap pemulihan atau justru sebaliknya. Demikianlah kita memantau luka pada bagian tubuh yang terlihat.

Seperti halnya luka di bagian tubuh yang dapat terlihat membutuhkan

pemantauan dan perawatan agar mengalami kesembuhan, luka dalam hati juga sama. Namun, luka dalam hati cenderung lebih sulit untuk disembuhkan karena tak satupun mata manusia bisa melihatnya.

Tertolak, kurang kasih sayang, dilukai/disakiti, dikasihi

berlebihan/dimanja/over love, diremehkan, dan pengalaman-pengalaman traumatik adalah hal-hal yang bisa membuat seseorang mengalami luka batin (hati). Untuk bisa mengetahui apakah seseorang mengalaminya pun tidak mudah, apalagi untuk bisa menyembuhkannya.

Luka batin bukanlah luka yang tidak bisa disembuhkan. Salah satu yang bisa dilaksanakan untuk menyembuhkannya adalah dengan mengakui dan menerima bahwa kita memiliki luka tersebut.

Tulisan/perkataan pemazmur yang kita baca pada hari ini adalah sebuah

luapan bagaimana dia mengakui bahwa dirinya terluka. Pemazmur mengalami pergulatan batin karena pengalaman-pengalaman hidupnya. Ia berkata bahwa Allah telah menekannya. Perkataan ini adalah luapan hati di mana pemazmur merasa tak ada siapapun lagi yang mendengarkan kecuali dirinya sendiri.

Pemazmur berani mengakui bahwa dia merasa kesal. Namun demikian, pemazmur juga tetap menerima bahwa tanpa Allah dia tidak bisa melakukan apapun. Baginya, Allah adalah tempat persembunyian yang aman, yang bisa melepaskannya dari kesesakan yang dirasakannya.

Setiap orang memiliki luka. Jika luka itu terkait relasi dengan Allah, maka pemazmur telah mencontohkan bagaimana dia jujur kepada Allah tentang isi hatinya dan bagaimana ia tetap menerima kedaulatan Allah.

SECP