Melampaui Kata, Menemukan Makna
Menikah dengan seorang pendeta seringkali digoda oleh jemaat: “wahh...calon pendeta menikah dengan pendeta, pasti berantempun nanti menggunakan ayat ya!” Sebuah guyonan yang mungkin jika didalami dengan serius kita akan mendapatkan pemahaman bahwa seakan-akan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini ‘ada ayatnya’. Kita bisa mengambil ayat apapun untuk membenarkan apa yang kita lakukan, atau kita juga bisa melakukan yang sebaliknya, menggunakan ayat dalam Alkitab untuk menyalahkan orang yang kita anggap salah. Alkitab dipahami hanya secara literal.
Literalisme adalah pembacaan teks kitab suci perbagian secara terisolasi dan semata-mata bersifat gramatikal. Setiap kata ditafsirkan secara harafiah dan dianggap sebagai kebenaran mutlak. Literalisme sendiri pada akhirnya membawa pada orang pada legalisme, menempatkan diri pada posisi teologis yang memusatkan diri pada dogma, aturan, regulasi secara ketat. Dalam legalisme ini agama menjadi hukum yang mengatur boleh-tidak boleh secara ketat, serta hukuman apa yang diterima jika melakukan pelanggaran.
Di dalam Injil yang kita baca, kita melihat bagaimana Tuhan Yesus juga sedang mengkritik kehidupan beragama yang dilakukan pada jaman Yesus. Bahkan para pemimpin agama seringkali mempraktikkannya. Apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus adalah sebuah ajakan untuk tidak terjebak pada pemahaman literalisme dan legalisme. Semua hukum yang ada perlu didialogkan dengan hukum utama, hukum kasih.
Melampaui kata, menemukan makna dalam setiap Firman Tuhan yang ada dalam hidup kita adalah ajakan agar kita bisa menemukan makna sejati dari setiap hukum yang tertuang, Kasih Allah kepada manusia. Dengan demikian, pada saat kita membaca Alkitab kita harus selalu mengingat bahwa semua hukum yang Tuhan berikan bagi manusia bersumber dari satu hal, Kasih.
Selamat menemukan kasih dalam setiap Firman Tuhan.