Beragama Dengan Akal Sehat
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Agama mempunyai definisi yaitu ‘prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat tertentu’. Dalam penjabarannya, agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah Yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dengan lingkungannya. Di dalam penjabaran tentang agama tersebut, kita diingatkan bahwa pada dasarnya kita tidak bisa lepas dari Tuhan, sesama dan lingkungan kita.
Di dalam Injil Matius 5:13-16, seorang pengikut Kristus digambarkan sebagai terang dan garam bagi dunia. Mengapa terang, mengapa garam? Terang tidak pernah memilah mana benda yang mau diterangi dan mana yang tidak mau diterangi. Garam sebagai pemilik rasa asin juga tidak pernah memilah lidah manakah yang dapat merasakannya dan lidah manakah yang tidak bisa merasakannya. Perumpamaan ini adalah sebuah teguran yang cukup keras bagi orangorang Yahudi pada masa itu. Secara rohani, mereka cacat karena hanya mementingkan relasinya secara pribadi saja dengan Tuhan.
Secara sosial, jelas mereka cacat karena mereka menganggap diri lebih baik dibandingkan dengan orang lain, apalagi dengan mereka yang bukan Yahudi. Bagaimana dengan realita kehidupan beragama pada saat ini? Bukankah kita juga mengalami kecacatan secara spiritual/rohani, sosial, apalagi terkait dengan lingkungan tempat tinggal kita? Kita begitu baik memperlakukan dan menempatkan Allah dalam hidup kita. Kita memuja dan mengasihiNya. Namun, apa yang telah kita perbuat pada sesama? Kasih bagi mereka kita batasi, pengampunan bagi mereka kitapun kita hitung! Bagaimana relasi kita dengan lingkungan yang Tuha ciptakan bagi kita?
Jika nama Tuhan kita jaga dengan sepenuh hati, apakah kita juga menjaga alam ciptaanNya. Bumi kita sakiti, udara kita cemari, air kita habisi. Bagaimanakah pertanggunganjawab kita ppada Tuhan yang kita kasihi? Beragama dengan akal sehat, berarti tidak hanya memikirkan hubungan kita dengan Allah atau sesama saja. Namun lebih dari itu, kita harus tetap menjaga keutuhan ciptaan Tuhan. Tuhan kita kasihi, sesama kita kasihi, alam semesta kita kasihi. Jika bumi dan sesama kita tersakiti, bukankah tidak selayaknya kita tinggalkan? Bukankah sudah seharusnya relasi dan kondisi yang sudah rusak itu kita perbaiki?