Kebahagiaan dalam Kerajaan Allah
1 Korintus 1:26-28, “Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti.” Sungguh tidak mudah memahami ayat tersebut, sama tidak mudahnya dengan memahami ucapan bahagia yang terdapat di dalam Matius 5:1-12.
Ukuran dunia tentang kebahagiaan nampaknya tidak selalu selaras dengan kebahagiaan menurut Allah. Pada umumnya kebahagiaan diidentikkan dengan kemakmuran, kesehatan, kekayaan, kecantikan, serta kepemilikan untuk segala sesuatu yang ditawarkan oleh dunia ini. Jika seseorang tidak memiliki apa yang ditawarkan oleh dunia ini, maka dia bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak berbahagia. Namun demikian, surat Paulus kepada jemaat di Korintus mengatakan bahwa ternyata apa yang dianggap tidak terpandang, tidak bijak, bodoh, lemah, hina, tidak berarti, bisa dipakai oleh Tuhan untuk menunjukkan kemuliaanNya. Tuhan bisa menggunakan segala sesuatu untuk maksudNya.
Matius 5:1-12 kata bahagia yang dipakai menggunakan kata makarios (Yunani) yang bukan sekedar senang, namun kebahagiaan orang yang diberkati Tuhan, ketika seseorang sungguh-sungguh menghidupi kehendak Tuhan dalam hidupnya, di situlah seseorang dikatakan mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya. Kebahagiaan dalam kerajaan Allah adalah kebahagiaan karena berkat Allah, dikuatkan saat dalam persoalan hidup, dihibur saat bersedih, diberi pengharapan saat tidak ada pengharapan, diberi sukacita saat sakit, ada damai sejahtera saat persoalan menghadang, dan terus disertai Allah melalui orang-orang di sekitar kita saat kehidupan mulai sulit.