Uangmu Beruangmu
Seekor beruang adalah binatang yang pandai berenang dan memanjat, serta memiliki kecepatan lari yang kencang, 43 km/jam (lebih cepat dari Eliud Kipchoge yang bisa menyelesaikan jarak 42km dengan waktu di bawah 2 jam). Daya penciuman beruang juga sangat tajam, 1000x ketajaman penciuman manusia. Daya cakarnya dan taringnya sangat kuat. Beruang juga cerdas, dia mampu menonaktifkan perangkap beruang dengan cara menggelindingkan batu ke atasnya. Tema Uangmu Beruangmu nampaknya menjadi sangat tepat karena kelebihan yang dimiliki oleh beruang untuk mencari mangsa ternyata tidak kalah dengan ‘daya pikat’ uang menggaet kehidupan manusia.
Injil Lukas 16:19-31 memperlihatkan betapa manusia bisa begitu terpikat/terpesona oleh ‘kemolekan’ uang. Uang mampu membuat manusia tidak perduli kepada sesama dan kondisi sekitarnya. Di tengah gelimangan hartanya, orang kaya di dalam perikop ini sama sekali tidak perduli dengan kehidupan orang miskin di sekitarnya, Lazarus. Hati dan fikiran orang kaya ini seakan sudah dalam cengkeraman taring-taring uang serta genggaman cakar- cakar tajam beruang, tidak bisa lepas, tidak punya belas kasihan.
Kecintaan seseorang kepada uang membuat seseorang tidak lagi mau peduli dengan sekitar, lingkungan hidup, bahkan sesama manusia. Ada berapa banyak pengusaha yang dengan gampangnya membakar lahan hanya demi menghemat biaya untuk membuka lahan baru? Berapa banyak pengusaha yang demi mendapatkan keuntungan berlimpah kemudian membuang limbah-limbah di sungai dan laut? Berapa banyak manusia yang demi melakukan penghematan tidak mau ikut iuran kebersihan dan justru membuang sampah di jalanan?
Paulus menegaskan bahwa ibadah itu jika disertai dengan rasa cukup, memberi keuntungan besar (1 Tim.6:6). Apa maksud dari kalimat ini? Kata ibadah adalah bentukdasar(isimmasdar)darikata‘abada–ya’budu[َُُدَدَب– ََدَب],yangsecara bahasa artinya merendahkan diri dan ketundukan. Kata ibadah juga merupakan serapan dari bahasa ibrani, avoda, yang dimaknai sebagai pelayanan yang dipersembahkan. Bahasa jawa kemudian menurunkan kata ibadah dalam kata abdi/hamba. Jadi di dalam ibadah, manusia sedang merendahkan diri, tunduk, melayani Tuhan. Ketertundukan dalam pelayanan yang disertai dengan rasa cukup/syukur, maka sudah cukup karena kita sedang menyerahkan diri kepada yang empunya hidup kita.
Jika kita hidup dikuasai uang, maka tidak ada damai sejahtera.