Melepas Kemelekatan

Pernah saya melihat di rumah teman saya bagaima seekor tikus terjebak dalam sebuah lempengan triplek yang dilumuri lem. Semakin banyak bergerak, maka semakin banyak bagian tubuhnya yang melekat pada papan tersebut. Keinginan membebaskan diri membuat tikus tersebut tidak mau diam, akhirnya setengah badannya lengket ke papan tersebut dan akhirnya tikus itupun mati karena tidak bisa bergerak dan kehabisan tenaga.

Pasangan hidup, orang tua, anak-anak, kerabat, sahabat, harta kekayaan, jabatan, memang secara fisik tidak mengandung zat yang mampu membuat kita lekat pada mereka. Namun pada kenyataannya tidak sedikit manusia yang tidak bisa melepaskan diri dari hal-hal tersebut. Banyak yang menjadikan mereka sebagai tujuan hidup sehingga mencintainya secara berlebihan dibandingkan dengan Sang Pemberi hidup.

Melalui Injil yang kita baca bersama, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk mau mengikuti-Nya dengan serius. Keseriusan tersebut dituliskan dengan cara yang radikal/ekstrim: segala sesuatu harus dilepaskan untuk dapat mengikut Dia. Mungkin hal ini menjadi lucu ketika kita bandingkan dengan ucapan-Nya yang mengatakan harus mengasihi musuh, namun sekarang kita mendapati bahwa kita tidak boleh terikat dengan keluarga.

Kasih yang ingin Tuhan lihat dari kita adalah kasih yang serius, yang tidak setengah-setengah. Segala sesuatu yang ada pada hidup kita adalah berasal dari Tuhan. Oleh karena itulah maka sudah selayaknya kita mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu.

Pasangan hidup, orang tua, anak-anak, kerabat, sahabat, harta kekayaan, jabatan, adalah hal-hal fana yang bisa saja hilang dan diambil Tuhan begitu saja (ingat kisah Ayub). Oleh karena itu, mari kita jangan lekatkan diri kita pada yang fana, namun lebih dari itu; kita cintai Tuhan lebih dari segalaNya. Menurut perintahNya lebih dari siapapun.