Iman Mengenyahkan Ketakutan
Menumpang di kediaman orang lain, tentu akan membuat kita merasa terbatas. Di dalam diri kita juga akan muncul ketakutan-ketakutan untuk melakukan sesuatu karena status kita sebagai ‘penumpang’. Sebagai orang asing, tentu wajar jika kita ‘dicurigai’ atau ‘mencurigai’. Namun demikian berbeda dengan ketika kita berhadapan dengan Tuhan semesta alam. Tuhan mengenal kita dengan baik sehingga kita tidak perlu merasa takut.
Pemazmur kemudian menganalogikan juga tentang siapa yang boleh berdiam di gunung-Nya yang kudus? Pemazmur memandang gunung sebagai tempat yang suci dan juga tempat peribadatan. Oleh karena itu tidak sembarang orang bisa naik, apalagi berdiam di gunung. Namun demikian, pemazmur memandang bahwa ada orang-orang tertentu yang bisa dan boleh berdiam di gunung-Nya yang kudus.
Orang-orang yang bisa menumpang dalam kemah kediaman TUHAN dan berdiam di gunungNya yang kudus adalah mereka yang: berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; yang memandang hina orang yang tersingkir tetapi memulikan orang yang takut akan TUHAN; yang memegang pada sumpah walaupun rugi; yang tidak meminjamkan uangnya dengan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah.
Memang tidak ada satupun manusia yang mampu melakukan segala yang dikatakan oleh Pemazmur. Bahkan Daud sendiripun tidak mampu melakukan apa yang dikatakannya dengan sempurna. Namun hidup Daud menjadi saksi bagaimana pertobatan Daud adalah pertobatan yang nyata. Ketika dia masih hidup dalam dosa, dia takut berhadapan dengan TUHAN, saat dia menyadari bahwa TUHAN adalah pengampun, dia begitu ringan menjalani kehidupannya. Dia hidup dengan penuh sukacita, ketakutannya lenyap dan komitmennya dalam mengikuti TUHAN dijalaninya dengan sepenuh hati.
Iman Daud kepada TUHAN-nya terlihat nyata dalam kesaksian hidupnya secara nyata. Daud tak lagi menganggap dirinya sebagai ‘penumpang’ di hadapan TUHAN. Oleh karena itu dia bersukacita dalam imannya, dosanya di masa lalu tidak lagi membelenggu dan membuatnya takut bertemu dengan TUHAN karena dia yakin akan penebusan Kristus. Bagaimana dengan iman kita?