Menjadi Pribadi Yang Otentik

Kata otentik di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan ‘dapat dipercaya, ‘asli’ dan ‘sah’. Dari definisi kata ini dan dihubungkan dengan tema penutupan Pekan Sekolah Minggu ini adalah kita diakan belajar untuk menjadi pribadi yang bisa dipercaya, pribadi yang asli (bukan tiruan atau rekaan), dan menjadi pribadi yang ‘sah’(diakui kebenaran/keabsahannya dan sesuai dengan hukum/aturan).

Perikop pada penutupan Pekan Sekolah Minggu ini kita belajar dari seorang tokoh Alkitab yang dianggap merupakan tokoh yang ‘otentik’. Yohanes adalah pribadi yang jujur tentang siapa dirinya, padahal apa yang telah diperbuatnya, bisa saja membuatnya untuk tidak jujur. Bisa saja Yohanes mengatakan kepada orang-orang bahwa dirinya adalah Nabi yang dinanti-nantikan, Elia. Dia juga bisa mengaku sebagai Mesias (yang diurapi). Dia bisa mengaku menjadi ‘pribadi’ di luar dirinya sendiri untuk mendapatkan penghormatan lebih dari orang-orang pada masa itu. Yohanes tidak mengambil kesempatan untuk mendapatkan penghargaan lebih dari apa yang pantas didapatkannya.

Dalam pengakuannya (23), Yohanes mengatakan bahwa ‘dia adalah suara yang berseru di padang gurun’, dia adalah pribadi yang jauh dari kesucian, dia adalah pribadi yang sangat rendah dibandingkan Mesias yang sesungguhnya.

Seberapa banyak di antara kita, pada saat ini yang berani hidup otentik? Tidak banyak. Sebagian dari kita hidup berdasarkan pada ‘apa kata orang’. Sebagai remaja, kita merasa bahwa kita adalah remaja masa kini jika kita memiliki gawai (gadget) keluaran terbaru seperti kata teman-teman kita, meskipun kita tahu bahwa orang tua kita tidak cukup mampu membelikan kita. sebagai pemuda, kita merasa menjadi pemuda masa kini jika kita bisa nongkrong di tempat-tempat ngopi yang kekinian, meskipun pada akhirnya kita tidak bisa menabung. Sebagai orang tua, kita merasa ‘berhasil’ menjadi orang tua jika kita mampu menyekolahkan anak kita di tempat yang ‘elit’ seperti kata kebanyakan teman- teman kita, tanpa mendengar keinginan dan bakat mereka.

Seringkali kita menjumpai bahwa hidup kita berjalan hanya berdasarkan apa kata ‘dunia’ ini, dibandingkan apa kata hati kita, apa kata iman kita, apa kata Tuhan dalam hidup kita. kita terus membohongi diri kita hanya demi mendapatkan ‘penghargaan’ yang semu. Mari kita renungkan apakah kita sudah menjadi pribadi yang otentik?