Melepaskan Kenyamanan Demi Ketaatan

Tema pada Ibadah Minggu ini masih terkait dengan tema pada Ibadah Minggu yang lalu. Bisa dikatakan bahwa tema pada IBadah ini adalah perwujudan konkret dari tema Ibadah Minggu lalu, “Menjangkau yang Tak Terjangkau”. Di dalam bacaan I leksionari pada Ibadah Minggu ini, kita bisa mendapati bagaimana untuk mengikuti kehendak Tuhan maka Elisa harus meninggalkan zona nyamannya.

Memperhatikan jemaat-jemaat yang tidak bisa ikut ibadah karena keterbatasan fisiknya, menjadi orang tua asuh bagi anggota jemaat yang secara finansial tidak bisa melanjutkan sekolah/kuliah mereka, memberikan sedikit dari penghasilan sebagai uang saku bagi jemaat yang tidak memiliki pekerjaan karena usia mereka, menemani berbicara dan mendengarkan jemaat-jemaat usia lanjut yang ‘kesepian’ di rumah mereka, dan masih banyak hal lainnya adalah cara-cara kita untuk menjangkau yang tidak terjangkau. Menjangkau orang-orang yang membutuhkan damai sejahtera, dan menjadi sumber damai sejahtera bagi mereka.

Semua perbuatan baik tersebut bisa dilakukan jika kita mau beranjak dari zona nyaman hidup kita. Zona nyaman hidup kita seringkali menjadi benteng pemisah sekaligus penghambat bagi kita untuk melakukan karya Tuhan. Melakukan karya Tuhan dengan meninggalkan zona nyaman seperti yang dilakukan oleh Elisa tidak mudah. Elisa dipanggil oleh Elia untuk mengikutnya pada saat dia sedang melakukan tugas-tugasnya (membajak). Pekerjaan yang sudah mapan ditinggalkannya demi untuk mengikuti Elia (1 Raj.19:20). Elisa tidak meninggalkan pekerjaan yang sudah nyaman demi pekerjaan yang lebih nyaman. Dia mengikuti Elia dan meninggalkan pekerjaannya dan menjadi ‘pelayan’ bagi Elia. Sebagian dari kita mungkin menganggap hal tersebut merupakan sebuah kebodohan. Jika Elisa memikirkan materi, keputusannya adalah sebuah kebodohan, namun Elisa tidak memikirkan hal tersebut. Yang ada di dalam pikiran Elisa adalah melayani seorang nabi besar pada saat itu, Elia. Untuk meninggalkan zona nyamannya dan mengiti Elia untuk melayani Tuhan, Elisa memiliki hati yang teguh.

Jika melayani Tuhan adalah wujud nyata dari ketaatan, apakah kita sudah rela keluar dari zona nyaman kita untuk taat melayaniNya? Apakah kita memiliki hati yang teguh dalam melayaniNya?