Menilik Dari Kacamata Allah

Seorang anak remaja yang mendapatkan perlakukan tidak baik dari teman-temannya, menjadi berita hangat beberapa hari ini. Dalam salah satu video yang ‘viral’ diperlihatkan bagaimana para pelaku persekusi terhadap Audrey justru ‘selfie-selfie’ di kantor polisi. Mereka juga tidak menunjukkan penyesalan akan tindakan yang dituduhkan kepada mereka. Sikap yang demikian memicu kegeraman para pemburu berita dan dunia social media. Di saat banyak orang menganggap mereka bersalah, justru mereka tidak menunjukkan sikap penyesalan. Kita menjadi semakin tidak tahu apa yang sedang difikirkan oleh para remaja ini sehingga seakan mereka tidak punya rasa bersalah terhadap hal-hal yang sudah mereka lakukan.

Dalam bacaan Injil yang kita baca bersama ini pun kita bisa melihat betapa para murid mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang direncanakan oleh Tuhan Yesus. Kekaguman yang memuncak, pengharapan yang menggunung, sukacita yang berkobar, dan perasaan-perasaan lain sebagai respon atas kehadiran “mesias’ sungguh terasa pada saat itu. Mereka menerikkan Hosana-hosana- hosana (yang berarti Tuhan kasihanilah) mengiring langkah Tuhan Yesus memasuki Yerusalem.

Apa yang ada dalam fikiran mereka? Reformasi! Atau mungkin Revolusi! Mereka ingin supaya mesias yang ada di tengah mereka, yang penuh kebijakan, kebajikan, dan mujizat memimpin mereka untuk menggulingkan pemerintahan penjajah pada saat itu. Namun, apa yang mereka dapatkan? Mereka justru mendapati bahwa ‘mesias’ yang mereka nanti-nantikan menginginkan seekor keledai. Dalam tradisi masyarakat Israel, seorang raja hanya menaiki keledai di saat Negara berada dalam kondisi damai. Dengan demikian, apa yang diharapkan oleh orang-orang(tentang kejayaan Israel) pada saat itu seakan ditepis begitu saja oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mengisyaratkan bahwa Dia datang untuk membawa damai, dan pada saat ini kita semua tahu bahwa kedatangan Tuhan Yesus bukan hanya untuk orang-orang Israel, tapi untuk seluruh manusia di dunia. Rencana yang jauh lebih besar dari yang bisa dibayangkan oleh manusia.

Kemudian, kini kita mendapati diri kita dengan begitu peliknya persoalan-persoalan hidup kita. Seakan segala sesuatu tidak ada endingnya. Apakah benar demikian? Ataukah sebenarnya Tuhan sedang menyusun rencana yang jauh lebih besar dari yang pernah kita pikirkan.