Tunduk Dalam Takjub

Begitu banyak anugerah yang telah kita rasakan. Anugerah-anugerah itu hari lepas hari kita terima, baik yang kita sadari atau yang tidak kita sadar. Anugerah-anugerah yang melekat dalam diri kita adalah wujud dari kemuliaan yang Tuhan bagikan di dalam hidup kita. Bagaimana dengan respons kita terhadap anugerah yang telah Tuhan berikan dalam hidup kita?

Bacaan Injil yang kita bahas pada ibadah Minggu ini menceritakan bagaimana Tuhan Yesus tampil dalam wajah kemuliaanNya. Begitu bahagia para murid yang diajak dan berkesempatan untuk menyaksikan kemuliaan itu, sampai-sampai mereka berniat untuk membuat 3 tenda supaya Musa, Elia dan Tuhan Yesus bisa terus bersemayam dalam kemuliaan di atas bukit. Para murid tidak mau kemuliaan yang mereka lihat pada diri Musa, Elia dan Tuhan Yesus berlalu begitu saja dari hidup mereka.
Dalam hidup kita juga ada begitu banyak anugerah yang membuat kita takjub menyaksikannya. Kita terpana dan terbuai terhadap kemuliaan Allah dalam hidup kita. Kita tidak mau jika anugerah wujud kemuliaan Allah tersebut hilang begitu saja dari hidup kita.

Rasa takjub pada kemuliaan-kehebatan Tuhan juga membuat kita lupa untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan sebagai umat tebusanNya. Kita seharusnya bersyukur, dan terlebih dari itu, kita harus melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita.

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa manusia, Dia datang bukan untuk dimuliakan, namun untuk mengambil tempat terendah di antara manusia, untuk menyelamatkan manusia. Dari hal inilah seharusnya kita sebagai manusia patut untuk menundukkan kepala kita kepada Tuhan. Ketertundukan itu sudah selayaknya kita buktikan dengan kesediaan kita untuk juga rela berkurban bagi sesama manusia, meneladani Allah dalam diri Tuhan Yesus.

Anugerah Allah memang membuat kita takjub. Pemeliharaan Allah memang membuat kita terpesona. Harta, tahta, kesehatan, kebijaksanaan, kepandaian, dan segala yang kita miliki (anugerah Allah) memang membuat kita layak bersyukur, namun lebih dari itu, kita harus juga mau melakukan karya-karyaNya di tengah dunia. Maukah?