Yesus, Bait Allah Dan Kita
Sebuah realita yang sedang terjadi di tengah dunia saat ini adalah tentang ‘Londonistan’. Di dalam tulisannya yang ditulis di http://www.rmol.co/read/2017/04/08/286891/Fenomena-Londonistan-, Jaya Suprana mengatakan bahwa, Londonistan adalah julukan terbaru bagi sebuah kota yang bernama London . Yang menciptakan julukan Londonistan adalah jurnalis terkemuka, Melanie Phillips, demi melukiskan betapa besar pengaruh Islam terhadap ibukota Inggris di masa kini.
Menurut Jaya Suprana, salah satu penyebab terjadinya fenomena Londonistan ini adalah warga mengalami keberatan membayar pajak gereja yang secara legal wajib dipotongkan langsung dari salaris bulanan. Terutama generasi muda Jerman pada masa itu sudah mulai menganggap agama Kristen sudah tidak relevan akibat tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Melihat kenyaataan yang demikian, kita seakan digiring ke masa 2000an tahun yang lalu. Masa di mana umat Israel mengalami sebuah ‘penindasan’ secara tidak langsung dari bangsanya sendiri. Pada saat itu, para pemimpin agama menerapkan kebijakan-kebijakan yang memberatkan umat Israel. Sebagai contoh adalah pada masa menjelang Paskah, setiap laki-laki dewasa di antara orang Israel wajib membayar bea untuk Bait Allah pada setiap tahun. Bea tersebut tidak boleh dilunaskan dengan uang dinar (uang Romawi), namun dengan uang yang disetujui pihak Bait Allah. Dalam penukaran inipun seringkali terjadi pertengkaran panjang dan keributan. Di pelataran Bait Allah seringkali terjadi keributan dan kondisinya seperti pasar binatang dan tempat penukaran uang.
Kewajiban membayar pajak bertentangan dengan Kasih Tuhan pada manusia yang diberikan dengan ketulusan. Tuhan Yesus menunjukan keberpihakanNya kepada manusia. Dia mengambil tindakan keras, mengusir semua yang berjual beli dan membalikkan meja-meja dan bangku-bangku yang ada. Dengan mengatakan bahwa Dia bisa mendirikan kembali Bait Allah dalam tiga hari (Yoh.2:19) adalah sebuah ketegasan Tuhan Yesus bahwa Bait Allah / tempat beribadah yang sesungguhnya adalah di dalam hati manusia, Bait Allah yang sejati adalah manusia itu sendiri. Dari sini kita bisa melihat ribuan bahkan jutaan manusia memahami Kasih Tuhan adalah Kasih yang membebaskan, bukan mengekang.
Bagaimana dengan gereja kita pada saat ini?
Tuhan kita adalah Tuhan Pembebas, kitapun (gereja) harus mampu membawa kemerdekaan itu bagi setiap manusia.