Hidup Oleh Iman
Iman adalah percaya, Iman adalah karunia Allah, yang dikerjakan di dalam hati oleh Roh Kudus, yang menghidupkan dan memandu semua kemampuan kita menuju satu tujuan. Untuk bisa memiliki iman serta untuk bisa menumbuhkan iman kita, kita harus berdoa.
Nampaknya Mazmur 22:23-31 yang menjadi mazmur tanggapan minggu ini menggambarkan bagaiman iman yang dimiliki oleh sang pemazmur. Pemazmur menunjukkan bagaimana pergumulan hidupnya sudah dilewati bersama dengan doa-doa dan perjalanannya bersama dengan Tuhan.
Di dalam pergumulan hidupnya, pemazmur tidak meninggalkan Tuhan, namun semakin dekat dan semakin berserah kepada Tuhan. Dalam pergumulannya, pemazmur seakan ditinggalkan oleh Tuhan dan segenap doanya tidak didengarkan oleh Tuhan (22:1).
Pemazmur merasa bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena Tuhan juga tidak memberikan jawab untuk segenap doa-doanya. Tuhan yang dia dan luluhurnya percaya tidak memberikan jawab atau memperhatikan.
Namun dalam perasaan itu, sang pemazmur masih menyediakan diri untuk bertemu Tuhan dalam doa(22:1-10). Dia pun menyerahkan segenap hidupnya dalam perencanaan Tuhan(22:11-22).
Dalam doanya tersebut kemudian mengingat bahwa dalam hidupnya, dia harus memuliakan Tuhan, memuji Dia, dengan segenap hatinya. Tidak perlu ada kegentaran, tidak perlu ada ketakutan, karena Tuhan senantiasa memperhatikan umatNya.
Beriman tidaklah mudah, karena pada kenyataannya kita bersikap seperti Petrus. Di dalam Markus 8:31-38 kita bisa melihat bagaimana Petrus berusaha ‘menginterupsi’ kehendak Tuhan. Petrus ingin mengontrol Allah. Petrus tidak mau mengikuti kehendak Allah, namun justru menghendaki Allah melakukan apa yang dikehendakinya.
Beriman berarti percaya sepenuhnya terhadap penyertaan Tuhan meskipun jalan yang dihadapi belum tentu jelas dan bisa ditebak. Beriman berarti meneladani Tuhan Yesus yang meskipun jalan yang dilalui harus mengorbankan dirinya, disiksa dan mati di kayu salib, namun tetap dijalani karena cintaNya kepada manusia.
Bagaimana dengan iman kita di tengah pekerjaan, studi, keluarga, pergaulan, relasi dengan tetangga, pelayanan, pergumulan bersama dengan keluarga dan pasangan? Apakah kita rela meninggalkan ego kita dan mengikuti rencana Allah?