Serukan Berita Pertobatan
Judul di atas menceritakan tentang sebuah sikap seseorang yang pada dasarnya mau, namun tidak punya cukup keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya. Di dalam iman kita, kita juga sering melakukan sikap yang sama. Saat diutus dan diberi berkat pada akhir ibadah, hati k ita membara ingin segera melakukan apa yang sudah kita dapatkan dalam ibadah tersebut. Namun yang terjadi kemudian tidak semudah yang direncanakan.
Melakukan perintah Tuhan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebagai contoh, saat kita sudah mengerti bahwa kita harus mengampuni orang yang membuat kita sakit hati, seberapa banyak di antara kita yang bisa melakukan itu dengan segera dan dengan lapang dada? Bukankah kita lebih cenderung untuk memendam rasa itu di dalam dada? Kita mau mengampuni, tapi kita tidak berani. Kita tidak cukup berani untuk berkata, dan terlebih lagi, kita tidak cukup punya keberanian untuk berkata bahwa “meskipun lukaku terlalu dalam, aku tetap mengasihimu karena Tuhan sudah lebih dahulu mengasihiku”.
Hal tersebut adalah salah sa tu bentuk ‘malu - malu mau’ dalam iman kita. Bagaimana dengan kehidupan para pendahulu kita? Yunus, adalah juga yang masuk dalam kategori ini. Dia adalah seorang yang saleh, dia juga mau diutus oleh Tuhan, tapi dia pun tidak punya cukup keberanian untuk meng akui bahwa pengampunan dari Tuhan yang disembahnya juga berlaku bagi mereka yang secara lahiriah dipandang berdosa. Yunus tidak punya cukup keberanian untuk berkata pada dirinya, bahwa kasih yang diperolehnya dari Tuhan juga layak diterima oleh orang lain, yang sekalipun menurutnya tidak pantas mendapatkannya.
Sikap malu - malu mau sejatinya bertolak belakang dengan Firman Tuhan yang tercantum dalam Matius 5:37 yang demikian: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” Tuhan Yesus menghendaki kita untuk setia dalam melakukan karya kita di dunia. Jika dalam hati kita sudah punya komitmen untuk melakukan kebenaran dan kebaikan, maka sudah sepatutnya kita melakukannya, menga plikasikannya. Sehingga kitapun akan bisa menyerukan berita pertobatan melalui dari lingkup terkecil, diri kita.