Keluarga Yang Sadar Diri

Menjunjung tinggi nama baik keluarga menjadi hal yang sangat penting di dunia timur (Indonesia ada di dalamnya). Hampir semua ingin menunjukkan bahwa keluarganya adalah keluarga yang baik dan memiliki prestasi. Keinginan itu akhirnya sering membuat keluarga-keluarga menjadi menutup diri dari keluarga yang lain. Kasus- kasus KDRT selalu saja terkuak setelah ada korban. Kasus perceraian terjadi tanpa mendapat pendampingan yang benar karena adanya ketertutupan.

Di dalam budaya jawa terdapat pepatah “MIKUL DHUWUR, MENDHEM JERO”. Secara harafiah mikul dhuwur berarti memikul tinggi, sedangkan mendhem jero berarti memendam dalam. Pepatah tersebut adalah sebuah upaya pendidikan di dalam keluarga y ang berarti kehormatan orang tua haruslah dijunjung tinggi-tinggi dan nama baik keluarga haruslah dijaga sebaik-baiknya. Memikul/mengangkat tinggi dan menjaga nama baik tentunya bisa dilakukan jika anak/bagian dari keluarga mengenal dengan baik keluarganya.

Pepatah yang sama dilakukan oleh Saulus. Mengangkat budaya dan nilai-nilai ajaran Yahudi adalah mutlak dilakukan dalam hidupnya. Saulus sangat mengenal betul siapa dirinya, dia adalah seorang yahudi, disunat pada hari ke 8, berasal dari suku Benyamin, bagian dari anggota Farisi, fanatic pada hukum Taurat, dan / bahkan sampai menganiaya pengikut Kritus, diapun mengklaim bahwa dia tidak bercacat dalam menjalankan hukum.

Saulus bertemu Tuhan Yesus dan diapun bertobat, namanya menjadi Paulus. Pengenalannya terhadap Kristus mengubah hidupnya secara utuh. Dia tidak lagi memikirkan dirinya, golongannya, pengajaran-pengajarannya, namun Kristus. Hidupnya benar-benar didedikasikan untuk Kristus.

Bagaimana dengan keluarga kita? Apakah kita menjaga budaya keluarga kita mati- matian? Bagaimana dengan hubungan keluarga kita dengan Tuhan Yesus? Apakah kita menjaganya dan memperjuangkannya dengan mati-matian juga? Apakah kita dengan getol menerapkan ajaran Tuhan Yesus di tengah keluarga kita?

Keluarga yang sadar diri berarti keluarga yang sadar bahwa di tengah keluarganya ada Kristus yang senantiasa menjadi panutan. Keluarga yang sadar diri adalah keluarga yang sadar bahwa bukan ‘budaya masa lampau’ yang harus diteruskan, tetapi nilai-nilai dan ajaran Kristuslah yang harus dikedepankan. Keluarga yang sadar diri adalah keluarga yang selalu terbuka dengan masukan-masukan, termasuk apabila sedang terjadi konflik di dalamnya. Keluarga yang sadar diri adalah keluarga yang menyadari bahwa mereka adalah bagian dari keluarga besar (gereja) yang siap menolong mereka saat terdapat permasalahan di tengah keluarga. Keluarga yang sadar diri adala keluarga Kristus.