Belarasa dengan Ucapan Syukur
Pagi itu saya membuat kopi instan panas. Setelah saya membuatnya di dapur, sayapun membawanya ke meja tempat biasa saya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan saya. Jarak dari dapur hingga ke meja kerja saya tidaklah jauh, paling jauh 10 meter. Namun dalam jarak tersebut, pada saat kedua tangan saya memegang cangkir kopi tersebut, saya begitu berhati-hati. Saya tidak ingin ada kopi yang tertumpah sia-sia. Langkah demi langkah dijalani dengan begitu focus. Saya tidak menengok kek kiri atau ke kanan, ke atas atau ke bawah, mata saya tertuju pada cangkir dan jalan yang sedang saya lalui. Tanpa disadari, ternyata saya memiliki pola fikir yang demikian ‘egois’. Di saat ada sebuah pergumulan yang sedang dihadapi, saya akan focus terhadap pergumulan itu dan hal-hal yang kurang dianggap penting tidak akan difikirkan, bahkan melintas dalam otakpun sepertinya tidak.
Namun hal yang serupa tidak terjadi dengan Tuhan Yesus dalam perikop yang kita baca pada minggu ini yang terambil dalam Matius 14:13-21. Latar belakang bacaan yang kita baca adalah perasaan duka menyelimuti hati Tuhan Yesus. Perasaan duka yang dirasakan membuatNya ingin menyendiri di tempat yang sunyi. Yohanes Pembaptis sebagai sosok yang dipandang sebagai seorang nabi harus mati di bawah kuasa Herodes.
Namun ada hal yang menarik. Di saat dukaNya, Tuhan Yesus tidak focus pada penderitaan, pada dukaNya saja. Kebutuhan orang banyak yang mengikutiNya tidak luput dari pengamatanNya. Dia tahu bahwa orang-orang yang mengikutiNya sudah mulai kehabisan bekal. Karena KasihNya, Tuhan Yesus memutuskan untuk memberikan perhatian meskipun Dia masih dalam duka.
Bagaimana dengan anda dan saya? Apakah permasalahan- permasalahan pribadi kita membutakan mata kita untuk memperhatikan sesama kita? Jika demikian marilah kita belajar kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memperhatikan kita meskipun kita adalah manusia- manusia berdosa yang tidak layak untuk diperhatikan. Kita belajar kepada Tuhan bahwa meskipun kita bukan orang yang special, namun Tuhan memperhatikan kita dengan serius. Oleh karena itu, marilah kita berbelarasa kepada sesama sebagai wujud ucapan syukur kepada Tuhan. Mengasihi sesama seperti Tuhan mengasihi kita.