Sabar Seperti Dia

Teeeetttt....bimmmm....bim bim bim bimmmm.....woy!!!... Minggiirrrrr....!!!

Ada begitu banyak luapan emosi yang terekam dalam perjalanan demi perjalanan yang pernah saya jalani di jalanan ibukota dan sekitarnya. Kendaraan bisa serobot sana serobot sini. Tak perduli acara apa yang baru saja mereka lalui, rupanya kesabaran menjadi hal yang langka di ibukota ini.

Bagaimana dengan kondisi di rumah kita? Apakah kemarahan begitu sering dan gampang keluar dari mulut kita? Kepada anak-anak, apakah kita adalah orang tua-orang tua penyabar? Kepada suami kita, apakah kita adalah seorang istri yang penyabar? Kepada istri kita, apakah kita adalah suami yang penuh kesabaran? Kepada orang tua kita yang sudah mulai tua dan tidak lagi mampu berfikir secepat kita, apakah kita adalah anak-anak yang mampu menunjukkan kesabaran?

Jika setiap hari kita bersaat teduh, jika setiap minggu kita bersama beribadah kepada Tuhan, jika setiap saat kita merasakan betapa sayangNya Tuhan kepada kita, apakah dampaknya dalam hidup kita?

Tema minggu ini membicarakan tentang “Allah Sang Penyabar”. Topic bacaan Injil terambil dari cerita tentang “lalang di antara gandum”. Menceritakan bagaimana petani gandum karena sayangnya terhadap gandum-gandum peliharaannya bersabar untuk tidak mencabut lalang-lalang yang mengganggu pertumbuhan dan ‘kesehatan’ gandum-gandum yang dicintainya.

Allah sebagai petani gandum begitu sabar menanti kita bertumbuh dan berbuah. Meskipun banyak rintangan dan hambatan, meskipun benih-benih si jahat senantiasa menggerogoti hidup kita. Allah tidak mau serta merta membasmi benih-benih jahat itu, karena dengan mencabut lalang-lalang itu berarti juga mencabut gandum-gandum tersebut. Mengapa? Karena tidak menutup kemungkinan, akar-akar dari gandum telah berpaut dengan akar-akar lalang. Jadi saat mencabut akar lalang, maka akar gandumpun tercabut juga. Benih-benih si jahat ternyata juga telah membelit kehidupan kita. Tak ada satupun dari kita yang benar-benar bebas dari belitannya. Oleh karena itu, Allah sabar menanti kita untuk berbuah dengan segala kemampuan kita, sampai pada masanya nanti kita akan didapati berbuah dan siap dipanen, sedangkan si jahat masuk ke dalam api pembasmian.

Jika karena kasihNya maka Allah mau bersabar terhadap kita. Maukah kita juga bersabar dan terus membuahkan buah-buah kasih (di keluarga, jalanan, tempat kerja, tempat pelayanan, dan dimanapun) sebagai bentuk ‘cinta’ kita padaNya yang begitu mencintai kita? Amin.