Keramahan Kepada Orang Kecil
Pada bagian depan rumah-rumah orang jawa yang berada di pinggir jalan raya, pada jaman dahulu, selalu terdapat ‘kendi’ (tempat minum yang terbuat dari tanah). Kendi-kendi tersebut sengaja diletakkan oleh pemilik rumah sehingga ketika ada seorang musafir yang lewat dan membutuhkan minum, mereka tidak akan kesulitan untuk mendapatkannya. Mereka tinggal minum dari kendi yang telah disediakan dan mereka bisa kembali melanjutkan perjalanan mereka.
Pada beberapa Negara maju, mereka memiliki rumah-rumah singgah yang diperuntukkan bagi mereka (para pendatang atau tunawisma) yang tidak memiliki biaya untuk menyewa penginapan. Para pendatang dan tunawisma tersebut boleh bermalam di tempat tersebut sehingga keesokan paginya mereka bisa melanjutkan perjalanan mereka. Keramahan yang semestinya terus kita jaga bagi mereka yang membutuhkan dan terpinggirkan. Namun yang terjadi pada saat ini sungguh berkebalikan. Sebagai sebuah contoh, karena info dan berita yang beredar tentang begitu banyaknya cacat palsu yang dibuat oleh para pengemis untuk mendapatkan simpati, sebagian dari kita sekarang ini selalu curiga pada mereka yang meminta-minta. Kita enggan memberikan apa yang kita miliki kepada mereka karena kita punya kecurigaan yang mendalam.
Bagaimana dengan kehidupan kita? Bukankah kita sama seperti para rasul yang diutus oleh Tuhan Yesus ke seperti domba di tengah serigala (Matius 10:16)? Bagaimana dengan tugas tanggungjawab kita? Apakah sebabnya sehingga kita menjadi terlalu takut dan terlalu menjaga keamanan diri kita secara pribadi sehingga pada akhirnya tidak ada orang yang kita kasihi? Bagaimana dengan gereja kita? Keramahan seperti apa yang bisa kita berikan kepada mereka yang tersisihkan, kepada mereka yang kecil, kepada mereka yang terlupakan? Apakah kereamahan kita hanya bagi jemaat kita saja? Apakah keramahan kita hanya akan muncul saat gereja sudah kembali ‘terdesak’, ataukah gereja menjadi ramah hanya di saat keamanan gereja terancam? Bukankah gereja diutus di tengah serigala supaya gereja tidak mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan kekuatan Allah saja?